Masyarakat Bugis berasal dari pulau Sulawesi yang cukup terkenal dalam bidang kemaritiman karena mereka berani mengarungi sungai, laut dan samudera kemana saja mereka inginkan. Jauh sebelum bangsa Eropa menginjakkan kaki di bumi nusantara ini mereka sudah melakukan perpindahan dari pulau ke pulau lainnya yang ada di nusantara. Seiring dengan penaklukan Belanda pada abad ke 16-17 menyebabkan sebagian dari mereka berpindah dan bercampur dengan suku lain di Sumatera, Jawa, Kalimantan, semenanjung Malaysia, Sabah dan Serawak.
Pulau Kalimantan salah satu pulau terbesar yang ada di Indonesia juga tidak luput dari sasaran imigrasi mereka, setelah jalan menuju ke Kutai mereka rintis, maka masuklah penyebar Islam ke Kutai. dalam sejarah diberitakan bahwa Islam dikembangkan pertama kali di Kalimantan Timur ( Kutai ) oleh Datuk Ri Bandang, seorang ulama melayu yang terlebih dahulu mengislamkan Gowa-Tallo kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan yang berkolaborasi dengan Tunggang Parangan (ulama utusan Aceh), mereka berdualah yang menjadi legenda penyiaran dan pengembangan Islam di Kalimantan Timur. Makam Tuan Tunggang Parangan dipercaya terletak di desa Kutai Lama tidak jauh dari makam Sultan Mahkota yang diislamkannya.
Awal kehadiran etnis Bugis ke Kalimantan Timur diceriterakan betapa harmonisnya hubungan antara etnis Bugis dengan keluarga Kesultanan. Bahkan para Sultan Kutai memperistri gadis dari Bugis untuk menguatkan tali silaturahmi antara keduanya. Dari sinilah nantinya peran masyarakat Bugis di Kesultanan Kutai Kartanegara bermula.
Secara resmi masyarakat Bugis hadir pada masa Sultan Kutai Kartanegara pertama yaitu Pangeran Anom Panji Mndapa Ing Martadipura alias Manuh Pemarangan ( 1710 - 1735 ) yang berkedudukan di sungai Jembayan. Seorang anak Raja Paniki Arung Ma' Kuleng bernama Petta Sebengareng mencari saudaranya yang telah lama migrasi dari Sulawesi karena terjadinya perang antara kerajaan Paniki dengan kerajaan Bone yang dipimpin oleh seorang Ratu. Lama tiada kabar keberadaan saudaranya, Petta Tusingka dan Petta Turawe itu menyebabkan anak Raja Paniki, Raja Bugis ini mencarinya ke Kalimantan Timur waktu itu. Di Kalimantan Timur ia bertemu dengan putri penguasa Paser yang terkenal cantik jelita. Jatuh cintalah ia kepada putri itu, karena wabah penyakit putri paser itu meninggal dunia. Anak raja Paniki itupun amat duka dan bersedih, setelah anak buahnya memberitahukan bahwa raja Paser masih mempunyai anak perempuan dari istrinya yang lain dan kecantikannya sepadan dengan putri yang pertama bernama Andin Ajang maka giranglah hatinya, Ia sempat menculik putri itu dan dibawanya kehadapan Sinuhun Panji Anom di Jembayan untuk dinikahinya. Kemudian dinikahkanlah putri itu dengan anak raja Paniki dari Bugis oleh Sultan Panji Anom dan menetap di daerah Samarinda pada waktu itu.....( bersambung )