Selasa, 13 Oktober 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Senin, 23 Februari 2015
Kerajaan Kutai Jaman Hindu
Kutai Martapura ialah kerajaan yang bercorak Hindu di Nusantara yang
memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak
di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. nama Kutai
diberikan oleh para ahli mengmbil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas
menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang
diperoleh.
Nama Maharaja
Kundungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia
yg belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara putranya yg bernama
Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu. Hal ini di dasarkan pada
kenyataan bahwa kata Warman berasal dari bahasa Sanskerta. Kata itu biasanya
digunakan untuk ahkiran nama-nama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan.
Raja-raja Kutai
1. Maharaja
Kundungga, gelar anumerta Dewawarman pendiri
2. Maharaja
Aswawarman [anak Kundungga]
3. Maharaja
Mulawarman
4. Maharaja
Marawijaya Warman
5. Maharaja
Gajayana Warman
6. Maharaja
Tungga Warman
7. Maharaja
Jayanaga Warman
8. Maharaja
Nalasinga Warman
9. Maharaja Nala
Parana Tungga
10. Maharaja
Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja
Indra Warman Dewa
12. Maharaja
Sangga Warman Dewa
13. Maharaja
Candrawarman
14. Maharaja Sri
Langka Dewa
15. Maharaja
Guna Parana Dewa
16. Maharaja
Wijaya Warman
17. Maharaja Sri
Aji Dewa
18. Maharaja
Mulia Putera
19. Maharaja
Nala Pandita
20. Maharaja
Indra Paruta Dewa
21. Maharaja
Dharma Setia
Yupa
Informasi yg ada
diperoleh dari Yupa / prasasti dlm upacara pengorbanan yg berasal dari abad
ke-4. Ada tujuh buah yupa yg menjadi sumber utama bagi para ahli dlm
menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa ialah tugu batu yg berfungsi
sebagai tiang untuk menambat hewan yg akan dikorbankan. Dari salah satu yupa
tersebut diketahui bahwa raja yg memerintah kerajaan Kutai saat itu ialah
Mulawarman. Namanya dicatat dlm yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.
000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Mulawarman
Mulawarman ialah
anak Aswawarman & cucu Kundungga. Nama Mulawarman & Aswawarman sangat
kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya.
Kundungga ialah pembesar dari Kerajaan Campa [Kamboja] yg datang ke Indonesia.
Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Aswawarman
Aswawarman ialah
Anak Raja Kudungga. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai
sehingga diberi gelar Wangsakerta, yg artinya pembentuk keluarga. Aswawarman
memiliki 3 orang putera, & salah satunya ialah Mulawarman. Putra Aswawarman
ialah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan
Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya
meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera
& makmur. Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena
kurangnya komunikasi dengan pihak asing, sampai sangat sedikit yg mendengar
namanya.
Kemunduran
Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai
berakhir saat Raja Kutai yg bernama Maharaja Dharma Setia tewas dlm peperangan
di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu
diingat bahwa Kutai ini [Kutai Martadipura] berbeda dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara yg ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama [Tanjung Kute].
Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yg disebutkan dlm sastra Jawa
Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi
kerajaan Islam yg disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Mandau
Mandau
Merupakan senjata
tajam sejenis parang yang berasal dari kebudayaan yang dimiliki oleh semua suku
Dayak yang ada di pulau Kalimantan, termasuk suku Dayak
yang ada di Malaysia. Mandau sudah
merupakan salah satu senjata tradisional khas Indonesia. Mandau suku Dayak
memiliki ciri khas yang berbeda dengan senjata tradisional lainnya. Berbeda
dengan parang, mandau memiliki ukiran - ukiran di bagian bilahnya yang
tidak tajam. Sering juga dijumpai tambahan lubang-lubang di bilahnya yang
ditutup dengan kuningan atau tembaga dengan maksud memperindah bilah mandau.
Mandau berasal dari
asal kata "Man" salah satu suku di china bagian selatan dan
"dao" yang berarti golok dalam bahasa china.
Suku Dayak dengan
senjata Mandaunya terkenal kejam dan ahli dalam peperangan, kelompok klan
mereka melawan bangsa-bangsa lain yang datang ke pulau kalimantan, termasuk
bangsa Melayu dan Bangsa Austronesia, karena seringnya peperangan antar klan
dan bangsa-bangsa yang datang ke pulau kalimantan, Pedang mandau menjadi
terkenal dengan bilah senjatanya yang tajam dan digunakan untuk memenggal
kepala musuh-musuhnya (adat Pengayauan suku Dayak) hingga para bangsa lainnya
tidak berani memasuki daerah mereka. Hingga sampai dengan sekarang Mandau
menjadi sebutan nama sebuah senjata adat asli Pulau Kalimantan.
KUMPANG
Kumpang adalah sarung bilah mandau. Kumpang terbuat dari kayu, dilapisi tanduk rusa, dan lazimnya dihias dengan ukiran. Pada kumpang mandau diberi tempuser undang, yaitu ikatan yang terbuat dari anyaman uei (rotan). Selain itu pada kumpang terikat pula semacam kantong yang terbuat dari kulit kayu berisi pisau penyerut dan kayu gading yang diyakini dapat menolak binatang buas. Mandau yang tersarungkan dalam kumpang biasanya diikatkan di pinggang dengan jalinan rotan
AMBANG
Ambang adalah
sebutan bagi mandau yang terbuat dari besi biasa. Sering dijadikan cinderamata.
Orang awam atau orang yang tidak terbiasa melihat atau pun memegang mandau akan
sulit untuk membedakan antara mandau dengan ambang karena jika dilihat secara
kasat mata memang keduanya hampir sama. Tetapi, keduanya sangatlah berbeda.
Namun jika kita melihatnya dengan lebih detail maka akan terlihat perbedaan
yang sangat mencolok, yaitu pada mandau terdapat ukiran atau bertatahkan emas,
tembaga, atau perak dan mandau lebih kuat serta lentur, karena mandau terbuat
dari batu gunung yang mengandung besi dan diolah oleh seorang ahli. Sedangkan
ambang hanya terbuat dari besi biasa.
BAHAN
BAKU DAN HARGA
Menurut literatur,
bahan baku mandau adalah besi. Besi ini bersifat lentur sehingga mudah
dibengkokan. Mandau asli harganya dimulai dari Rp. 1 juta rupiah. Mandau asli
yang berusia tua dan memiliki besi yang kuat bisa mencapai harga Rp. 20 juta
rupiah per bilah. Bahan baku pembuatan mandau biasa dapat juga menggunakan besi
per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan dan besi batang lain. Piranti
kerja yang digunakan terutama adalah palu, betel, dan sebasang besi runcing
guna melubangi mandau untuk hiasan. Juga digunakan penghembus udara bertenaga
listrik untuk membarakan nyala limbah kayu ulin yang dipakainya untuk memanasi
besi. Kayu ulin dipilih karena mampu menghasilkan panas lebih tinggi
dibandingkan kayu lainnya.
Mandau untuk cideramata
biasanya bergagang kayu, harganya berkisar Rp. 50.000 hingga Rp. 300.000
tergantung dari besi yang digunakan. Mandau asli mempunyai penyang, penyang
adalah kumpulan-kumpulan ilmu suku dayak yang didapat dari hasil bertapa atau
petunjuk lelulur yang digunakan untuk berperang. Penyang akan membuat orang
yang memegang mandau sakti, kuat dan kebal dalam menghadapi musuh. mandau dan
penyang adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan turun
temurun dari leluhur.
Selasa, 17 Februari 2015
LEGENDA GUNUNG BATU TONDOYAN
Ada lima bersaudara tinggal di hulu sungai Bengalon yang tertua bernama
Ayus, laki-laki berbadan tinggi besar dan mempunyai kesaktian. Ia mempunyai
adik laki-laki bernama Sentang, Songo dan Setu, serta adik perempuan bernama
Silu yang mempunyai kesaktian dalam hal masak-memasak.
Keseharian saudara laki-laki mencari makan di hutan dan berladang, sedang
Silu tinggal di pondok memasak padi. Kebutuhan nasi selalu terpenuhi, walaupun
ladang mereka sdang tidak menghasilkan. Mereka berlima hidup tenteram dan
nyaman. Suatu sore, Silu hendak pergi sebentar ke tepian sungai, ia meminta
kepada kakak sulungnya Ayus untuk menjaga keceng (dandang) yang besar, tempat
Silu biasa memasak nasi. Silu berpesan pada pada Ayus agar tidak membuka tutup
keceng itu, khawatir nasinya tidak jadi.
Ayus penasaran ingtin melihat apakah nasinya sudah jadi atau belum,
dibukalah tutup keceng tersebut dan alangah kagetnya Ayus, karena di dalam
keceng tersebut hanya ada seuntai padi, yang setengahnya sudah menjadi nasi.
Ayus kemudian kembali menutup keceng itu, sepulang dari tepian sungai, Silu
membuka keceng dan melihat ternyata nasi yang hanya mengisi setengah keceng
saja, padahal biasanya satu untai padi akan mengisi sebuah keceng.
Situ mulai curiga bahwa Ayus membuka tutup keceng ketika ia sedang ke
sungai. Silu serta merta menjadi sedih dan menjadi geram kepada Ayus, dan
berkata ia harus pergi karena pantangannya dilanggar. Walau dengan sedih hati,
Silu kemudian menghilir ke laut, tak lama setelah Silu menghilir, Ayus
mengumpulkan adik-adiknya dan berusaha menghalangi Silu. Maka di salah satu
tepian Sungai Sange ( cucu Sungai Bengalon di Gunung Tondoyan ) di bendung
dengan batu-batuan dan kemudian menjadi keham ( riam ) Sange.
Namun adiknya Silu tetap bersikeras dan terus menghilir. Ayus dan
adik-adiknya segera membuat bendungan batu lagi di tepian sungai Jele (anak
sungai Bengalon) kaki gunung Gergaji. Daerah itu kemudian dan menghasilkan Ilas
Kedangau. Namun Silu tidak bergeming dan terus menghilir, Ayus kemudian
membendung lagi Sungai Bengalon di daerah Batu Aji, daerah itu kemudian menjadi
Ilas Batu Putih. Silu tetap bersikukuh, tak bisa menyurutkan lagi niatnya untuk
terus menghilir ke laut dan begitu sampai langsung menghilang tenggelam ke
dasar laut Mangkalihat yang dalam.
Akhirnya Silu bersemayam di laut Mangkalihat dan disunnting penguasa laut,
namun Silu tidak melupakan sama sekali saudara-saudaranya. Silu dalam setahun
dua kali muncul ke permukaan dan bila melihat ke Bengalon di selatan Laut
Mangkalihat, maka daerah Bengalon itu langsung kelihatan menguning sebagai
tanda masyarakatnya siap untuk memanen, dan bila Silu melihat ke utara, maka
daerah Perondongan yang bermusim buah. Begitu terus menerus sampai hari ini.
Minggu, 04 Januari 2015
Sekilas Kalimantan Timur
Sejarah perjalanan manusia ke Kalimantan Timur menyebutkan pada satu juta tahun sebelum Masehi hingga 8.000 SM sudah ada gelombang manusia memasuki Pulau Kalimantan. Kelompok ini terdiri dari dari ras Australoid (ras manusia pre-historis yang berasal dari Afrika ). Ini merupakan migrasi gelombang pertama kaum pendatang ke Pulau Kalimantan. Australoid adalah nama ras yang mendiami bagian selatan India, Sri Lanka, beberapa kelompok di Asia Tenggara, Papua, kepulauan Melanesia dan Australia. Untuk kelompok di Asia Tenggara, orang asli di Malaysia dan orang Negrito di Filipina termasuk ras ini.
Memasuki era tahun 38.000 SM - 18.000 SM pada masa Pre-neolithikum, datang lagi ke Pulau Kalimantan kelompok suku nomaden (tergolong manusia modern, Homo Sapiens ras Mongoloid). Penggalian arkeologis di Niah ( Serawak ), Madai dan Baturong ( Sabah ) membuktikan bahwa kelompok ini sudah menggunakan alat-alat dari batu, hidup berburu dan mengumpulkan hasil hutan dari satu tempat ke tempat yang lain, mereka juga sudah menggunakan api.
Gelombang migrasi ketiga terjadi sekitar 4.800 SM ketika orang-orang ras Mongoloid dari daratan Asia datang dan bermukim di Pulau Kalimantan. Pendatang baru ini sudah jauh lebih tertata hidupnya dan sudah pula membangun berbagai pola hidup sehari-hari, antara lain sudah menetap dari suatu komunitas rumah bersama dan sudah mengenal teknik pertanian lahan kering dan berladang.
Kalimantan Timur sebagai bagian dari Pulau Kalimantan juga mengalami proses seperti itu, sejarah telah mencatat.....bersambung
Memasuki era tahun 38.000 SM - 18.000 SM pada masa Pre-neolithikum, datang lagi ke Pulau Kalimantan kelompok suku nomaden (tergolong manusia modern, Homo Sapiens ras Mongoloid). Penggalian arkeologis di Niah ( Serawak ), Madai dan Baturong ( Sabah ) membuktikan bahwa kelompok ini sudah menggunakan alat-alat dari batu, hidup berburu dan mengumpulkan hasil hutan dari satu tempat ke tempat yang lain, mereka juga sudah menggunakan api.
Gelombang migrasi ketiga terjadi sekitar 4.800 SM ketika orang-orang ras Mongoloid dari daratan Asia datang dan bermukim di Pulau Kalimantan. Pendatang baru ini sudah jauh lebih tertata hidupnya dan sudah pula membangun berbagai pola hidup sehari-hari, antara lain sudah menetap dari suatu komunitas rumah bersama dan sudah mengenal teknik pertanian lahan kering dan berladang.
Kalimantan Timur sebagai bagian dari Pulau Kalimantan juga mengalami proses seperti itu, sejarah telah mencatat.....bersambung
Langganan:
Postingan (Atom)