Ada lima bersaudara tinggal di hulu sungai Bengalon yang tertua bernama
Ayus, laki-laki berbadan tinggi besar dan mempunyai kesaktian. Ia mempunyai
adik laki-laki bernama Sentang, Songo dan Setu, serta adik perempuan bernama
Silu yang mempunyai kesaktian dalam hal masak-memasak.
Keseharian saudara laki-laki mencari makan di hutan dan berladang, sedang
Silu tinggal di pondok memasak padi. Kebutuhan nasi selalu terpenuhi, walaupun
ladang mereka sdang tidak menghasilkan. Mereka berlima hidup tenteram dan
nyaman. Suatu sore, Silu hendak pergi sebentar ke tepian sungai, ia meminta
kepada kakak sulungnya Ayus untuk menjaga keceng (dandang) yang besar, tempat
Silu biasa memasak nasi. Silu berpesan pada pada Ayus agar tidak membuka tutup
keceng itu, khawatir nasinya tidak jadi.
Ayus penasaran ingtin melihat apakah nasinya sudah jadi atau belum,
dibukalah tutup keceng tersebut dan alangah kagetnya Ayus, karena di dalam
keceng tersebut hanya ada seuntai padi, yang setengahnya sudah menjadi nasi.
Ayus kemudian kembali menutup keceng itu, sepulang dari tepian sungai, Silu
membuka keceng dan melihat ternyata nasi yang hanya mengisi setengah keceng
saja, padahal biasanya satu untai padi akan mengisi sebuah keceng.
Situ mulai curiga bahwa Ayus membuka tutup keceng ketika ia sedang ke
sungai. Silu serta merta menjadi sedih dan menjadi geram kepada Ayus, dan
berkata ia harus pergi karena pantangannya dilanggar. Walau dengan sedih hati,
Silu kemudian menghilir ke laut, tak lama setelah Silu menghilir, Ayus
mengumpulkan adik-adiknya dan berusaha menghalangi Silu. Maka di salah satu
tepian Sungai Sange ( cucu Sungai Bengalon di Gunung Tondoyan ) di bendung
dengan batu-batuan dan kemudian menjadi keham ( riam ) Sange.
Namun adiknya Silu tetap bersikeras dan terus menghilir. Ayus dan
adik-adiknya segera membuat bendungan batu lagi di tepian sungai Jele (anak
sungai Bengalon) kaki gunung Gergaji. Daerah itu kemudian dan menghasilkan Ilas
Kedangau. Namun Silu tidak bergeming dan terus menghilir, Ayus kemudian
membendung lagi Sungai Bengalon di daerah Batu Aji, daerah itu kemudian menjadi
Ilas Batu Putih. Silu tetap bersikukuh, tak bisa menyurutkan lagi niatnya untuk
terus menghilir ke laut dan begitu sampai langsung menghilang tenggelam ke
dasar laut Mangkalihat yang dalam.
Akhirnya Silu bersemayam di laut Mangkalihat dan disunnting penguasa laut,
namun Silu tidak melupakan sama sekali saudara-saudaranya. Silu dalam setahun
dua kali muncul ke permukaan dan bila melihat ke Bengalon di selatan Laut
Mangkalihat, maka daerah Bengalon itu langsung kelihatan menguning sebagai
tanda masyarakatnya siap untuk memanen, dan bila Silu melihat ke utara, maka
daerah Perondongan yang bermusim buah. Begitu terus menerus sampai hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar